Kamis, 09 November 2017

Penerapan Teori Ushul Fiqh dalam Surat Al-Maidah



PENERAPAN TEORI USHUL FIQIH DALAM
AL-QUR’AN SURAT AL-MAIDAH AYAT 6

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.

Berikut ini akan penulis jelaskan lafazh-lafazh dalam ayat tersebut menurut ilmu ushul fiqih, ditinjau dari aspek amar dan nahi, ‘am dan khas, muthlaq dan muqayyad, nash dan mubham, mujmal dan mubayyan, zhahir dan muawwal, hakikat dan maz, Hal tersebut dilakukan untuk mendapat sebuah pengetahuan dalam penelitian yang sederhana dalam mengpraktekkan teori ushul fiqih dan mengaplikasikannya dalam nash.
Adapun sistematika pembahasannya ditempuh dengan cara penguraian satu persatu kalimat yang tercantum dalam ayat, kemudian kaitannya dengan kalimat sesudahnya. Cara ini ditempuh agar mendapat kemudahan bagi penulis dalam menguraikannya dan membiasakan penggunaan sistematika yang teratur.

    يَأَيُّها. Secara rinci, “Ya” merupakan huruf “nida`” dibuat atau dicetuskan untuk menyeru atau memanggil sesuatu yang hidup dan dekat dalam jangkauan. Kemudian “Ayyu” meruapakan isem Istifham, yang dibuat untuk digunakan pada sesuatu yang umum dan banyak. Sedangkan “Ha” adalah huruf Tanbih, yang berfungsi untuk menghimbau seseorang. Dari uaraian tersebut dapat dipahami dan diketahui bahwa lafazh “Ya Ayyuha” dalam ayat di atas adalah lafaz hakikat, yang digunakan pada makna dasarnya.

       الذين. Lafzh ini disebut isim Maushul, yaitu suatu lafazh yang membutuhkan shilat dan ‘aid. Dalam kajian ushul fiqih, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh yang dibuat untuk mengandung makna yang umum secara rinci (umum syumuli). Dengan demikian jelas bahwa lafazh “Allazina” adalah lafazh yang umum syumuli, yang berarti dalam ayat ini semua orang. Ditinjau dari segi penggunaan atau pemakaian, lafazh tersebut adalah lafzh majaz, karena yang dimaksud di sini laki-laki dan perempuan. Sedangkan makna dasarnya digunakan untuk laki-laki. Makna lafazh tersebut dalam ayat ini mengalami perluasan.
    ءامنوا. Lafazh ini disebut fi’il madhi. Telah diutarakan dalam ilmu ushul fiqih bahwasanya tidak terjadi umum pada perbuatan (fi’il), dan pula lafzh fi’I tidak termasuk dalam katagori lafazh-lafazh ‘am. Ditinjau dari segi penggunaan atau pemakaian, lafazh adalah lafzh hakikat, karena masih digunakan pada dasarnya, yaitu orang yang beriman. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
    اذا. Huruf syarat dan perlu kepada jawabbnya, dugunakan pada makna hakikat, yaitu waktu yang mubham.

      قمتم. Fi’il madhi, dilihat dari satu sisi fi’il madhi tidak termasuk dalam lafazh ‘am, karena ‘umum tidak terjadi pada fi’il. Lafazh fi’il (perbuatan) masuk dalam lafazh khas.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

    إلى. Huruf jarrah, dugunakan pada makna hakikat, yaitu sampai atau hingga (intiha`).
    الصلاة. Dilihat dari masuknya alif dan lam ma’rifah pada isim mufrad, maka lafazh ini adalah ‘am. ‘Am berarti menunjukkan makna semua. Lafazh “As-Shalah” di sini dipahami kepada semua shalat, karena tidak ada indicator (qarinah) yang menunjukkan kepada makna khas. Ditinjau dari segi penggunan, lafzah “As-Shalah” adalah hakikat menurut syara’ (fuqaha`), yang bermakna “perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan disudahi dengan salam. Majaz menurut lughawi, karena lafazh “As-Shalah” pada dasarnya digunakan pada makna doa secara mutlak. Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas dan zhahir maksud, lafazh tersebut termasuk dalam zhahir, karena ada kemungkinan kepada makna yang lain, yaitu doa. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

فاغسلوا.Fa jatuh pada jawab “iza” huruf syarat sebelumnya. “Ighsilu” lafazh amar yang menunjukkan kepada wajib membasuh. Alasan amar di sini dipahami wajib, karena tidak ada indikator atau qarinah yang memalingkan kepada sunat atau ibahah. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
     وجوهكم. “Wujuhakum” lafazh jamak (flular) yang diidhafahkan kepada dhamir, menunjukkan kepada umum. Umum yang dimaksud di sini adalah umum syumuli, bermakna semua wajah dari masing-msing kamu.Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu wajah.Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas dan zhahir maksud, lafazh tersebut termasuk dalam zhahir, karena ada kemungkinan kepada makna yang lain, yaitu zat. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq 
.
.  وايديكم. “Waw” huruf ‘atha. “Aidiyakum” lafazh jamak yang diidhafahkan kepada dhamir, menunjukkan kepada umum. Umum yang dimaksud di sini adalah umum syumuli, bermakna semua tangan dari masing-msing kamu.Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu tangan. Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas dan zhahir maksud, lafazh tersebut termasuk dalam zhahir, karena ada kemungkinan kepada makna yang lain, yaitu kekuasaan. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq. 

  الى المرافق.Lafazh jamak yang masuk alif dan lam, menunjukkan kepada umum. Umum yang dimaksud di sini adalah umum syumuli, bermakna semua siku dari masing-msing kamu. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu siku. Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
 
1وامسحوا. “Waw” huruf ‘athaf. “Imsahu” lafazh amar yang menunjukkan kepada wajib menyapu kepala dalam berwudhuk. Alasan amar di sini dipahami wajib, karena tidak ada indikator atau qarinah yang memalingkan kepada sunat atau ibahah. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu sapu. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
 برءوسكم. Lafazh jamak yang diidhafahkan kepada dhamir, menunjukkan kepada umum. Umum yang dimaksud di sini adalah umum syumuli, bermakna kepala tiap-tiap dari masing-msing kamu. Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

.  وارجلكم.“Wau” huruf ‘athaf. “Arjulakum” lafazh jamak yang diidhafahkan kepada dhamir, menunjukkan kepada umum. Umum yang dimaksud di sini adalah umum syumuli, bermakna semua kaki-kaki dari tiap-tiap masing-msing kamu. Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

الكعبين. Lafazh tatsniyah yang menunjukkan kepada dua mata kaki. Lafazh adalah khas, karena maknya terbatas. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu mata kaki. Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

1وان كنتم جنبا“Waw” huruf istiknaf. “In” Huruf syarat, yang perlu kepada jawabnya “Kuntum” fi’il madhi tidak termasuk dalam lafazh ‘am, karena ‘umum tidak terjadi pada fi’il. Lafazh fi’il (perbuatan) masuk dalam lafazh khas. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu keadaan. “Junuban” isim fa’il nakirah, menjukkan kepada umum badali. Umum badali berbeda dengan umum syumuli. Umum badali menjukkan kepada yang farad atau seseutu tidak banyak, namun umumnya dari segi tidak ditentukan siapa dan apa. Di sini lafazh tersebut menunjukkan orang-orang berjanabah atau berhadas besar, baik satu, dua atau lebih. Bukan semua yang berhadas besar. Dari segi yang lain, lafazh “Junuban” merupkan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan sesuatu sifat.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

.  فاطهروا. “Fa” huruf jawab syarat (iza). “Iththahharu” fi’il amar yang menunjukkan kepada wajib bersuci. Alasan amar di sini dipahami wajib, karena tidak ada indikator atau qarinah yang memalingkan kepada sunat atau ibahah.Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu bersuci.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

1  وان كنتم مرضى “Waw” huruf istiknaf. “In” Huruf syarat, yang perlu kepada jawabnya “Kuntum” fi’il madhi tidak termasuk dalam lafazh ‘am, karena ‘umum tidak terjadi pada fi’il. Lafazh fi’il (perbuatan) masuk dalam lafazh khas. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu keadaan. “Mardha” lafazh jamak dari maridhun, menjukkan kepada umum badali. Umum badali berbeda dengan umum syumuli. Umum badali menjukkan kepada farad atau seseutu tidak banyak, namun umumnya dari segi tidak ditentukan siapa dan apa. Di sini lafazh tersebut menunjukkan orang-orang sakit, baik satu, dua atau lebih. Bukan semua orang yang  sakit. Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

.  او على سفر“Aw” Huruf ‘athaf. “’Ala” huruf jarrah, digunakan pada makna “fi”, yang berarti dalam. Dengan demikian, lafazh “’Ala” di sini adalah majaz isti’arah yang ‘alaqahnya adalah mutlak irtibath atau sama-sama punya hubungan dan keterkaitan. Sedangkan qarinahnya adalah keadaan mustahil (istihalah), yaitu musthil seseorang berada atas perjalanan. “Safarin” isim nakirah menjukkan kepada makna yang khsusus atau sebagain. Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

.  او جاء احد منكم “Aw” Huruf ‘athaf. “Ja-a” fi’il madhi, tidak termasuk dalam lafazh ‘am, karena ‘umum tidak terjadi pada fi’il. Lafazh fi’il (perbuatan) masuk dalam lafazh khas. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu datang.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq. “Ahadun” isim nakirah menjukkan kepada umum badali. Umum badali berbeda dengan umum syumuli. Umum badali menjukkan kepada farad atau seseutu yang tidak banyak, namun umumnya dari segi tidak ditentukan siapa orangnya. Di sini lafazh tersebut menunjukkan seseorang, bukan semua orang.
   من الغائط “Min” huruf jarrah, digunakan pada makna hakikat, yaitu mulai (ibtidak). “Al-Ghaith” lafazh majaz, yang bermakna tempat buang air besar atau WC. Pada dasarnya lafazh tersebut dibuat untuk makna sesuatu kotoran yang keluar dari kemaluan belakang atau pantat.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas dan zhahir maksud, lafazh tersebut termasuk dalam zhahir, karena ada kemungkinan kepada makna yang lain, yaitu zat. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

 او لامستم النسا    ء“Aw” Huruf ‘athaf. “Lamastum” fi’il madhi, tidak termasuk dalam lafazh ‘am, karena ‘umum tidak terjadi pada fi’il. Lafazh fi’il (perbuatan) masuk dalam lafazh khas. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu bersentuhan.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq. “An-Nisa`” lafazh jamak yang masuk alif dan lam, berfaidah umum syumuli. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu perempuan yang baligh. Dilihat dari segi masuknya alif dan lam ma’rifah pada isim mufrad, maka lafazh ini adalah ‘am. ‘Am berarti menunjukkan makna semua. Lafazh “Al-Ghaith” di sini dipahami kepada semua tempat buang air besar, karena tidak ada indicator (qarinah) yang menunjukkan kepada makna sebagian.

  فلم تجدوا ماء“Fa” huruf ‘athaf. “Lam” huruf jazam. “Tajidu” fi’il mudhari’, tidak termasuk dalam lafazh ‘am, karena ‘umum tidak terjadi pada fi’il. Lafazh fi’il (perbuatan) masuk dalam lafazh khas.Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu mendapatkan.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq. “Maan” isim nakirah menunjukkan kepada umum badali. Umum badali berbeda dengan umum syumuli. Umum badali di sini menjukkan kepada suatu jenis air mutlaq, namun umumnya dari segi tidak ditentukan jenis air mutlaknya. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu air. Selain itu lafazh “Maan” tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak disebutkan kaitnya. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

2  فتيمموا صعيدا طيبا“Fa” jawab syarat (in). “Tayammamu” fi’il mudhari’, tidak termasuk dalam lafazh ‘am, karena ‘umum tidak terjadi pada fi’il. Lafazh fi’il (perbuatan) masuk dalam lafazh khas.Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu bertayammum.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq. “Sha’idan” lafazh isim nakirah bermakna khusus, dan ia juga lafazh muqayyad, yang dikaitkan dengan lafazh “Thayyiban”. Lafazh “Thayyiban” isim nakirah yang mengandung makna khsus. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

   فامسحوا. “Fa” huruf ‘athaf. “Imsahu” lafazh amar yang menunjukkan kepada wajib menyapu kepala dalam berwudhuk. Alasan amar di sini dipahami wajib, karena tidak ada indicator atau qarinah yang memalingkan kepada sunat atau ibahah. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu siku.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

   بوجوهكم. “Bi” huruf jarrah.“Wujuhikum” lafazh jamak (flular) yang diidhafahkan kepada dhamir, menunjukkan kepada umum. Umum yang dimaksud di sini adalah umum syumuli, bermakna semua wajah dari masing-msing kamu.Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu wajah. Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas dan zhahir maksud, lafazh tersebut termasuk dalam zhahir, karena ada kemungkinan kepada makna yang lain, yaitu zat. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

.   وايديكم.  “Waw” huruf ‘athaf. “Aidiyaku” lafazh jamak yang diidhafahkan kepada dhamir, menunjukkan kepada umum. Umum yang dimaksud di sini adalah umum syumuli, bermakna semua tangan dari masing-msing kamu.Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu tangan.Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas dan zhahir maksud, lafazh tersebut termasuk dalam zhahir, karena ada kemungkinan kepada makna yang lain, yaitu kekuasaan. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
Dari uraian di atas tentang pemakaian lafazh dalam surat al-Maidah ayat 6 menurut kajian ushul fiqih dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.       Jumlah amar lafazh adalah 5.
b.      Lafazh nahi tidak ada.
c.       Jumlah lafazh ‘am adalah 8.
d.      Jumlah lafazh khas adalah 20.
e.       Jumlah lafazh mutlaq adalah 12.
f.       Jumlh lafazh muqayyad adalah 1.
g.      Tidak ada lafazh mujmal dalam ayat di atas.
h.      Jumlah lafazh nash adalah 20.
i.        Jumlah lafazh zhahir adalah 6.
j.        Jumlah mantuq adalah 27.
Sebenarnya belumlah selesai terori ushul yang dapat diterapkan dalam ayat tersebut, masih banyak aspek lain yang bisa dilihat, dan sangat tergantung kepada siapa yang menelitinya dan memandangnya. Sebab suatu lafazh yang dipandang majaz misalnya oleh seseorang kadang-kadang orang lainmemandang hal itu sebaliknya, begitu pula dengan permasahalan lainnya. Maka oleh karena demikian, penulis merasa belum sempurna kajian dan penelitian yang penulis lakukan mengenai hal ini.Oleh sebab itu, segala kekurangan dan kejanggalan dalam penelitian dan pembahasan ini atas keterbatasan ilmu dan wawasan yang penulis miliki, kiranya dapat dimakmuli.Terakhir, penulis sangat mengharapkan kemaafan dari pihak Bapak, atas kesalahan yang terjadi dalam penulisan ini.

Ditulis Oleh :Tgk. Ismail M. Husen {RIAS AM RTA BANDA ACEH)

Minggu, 05 November 2017

Kabar Aceh : Wadir Dayah MUDI Samalanga Serahkan Bantuan untuk Dayah Abu Paya Pasi


WADIR DAYAH MUDI SAMALANGA SERAHKAN BANTUAN UNTUK DAYAH ABU PAYA PASI
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته....
Sahabat yang kami cintai...

Pada hari ini tertanggal 05 November 2017 M Guru Besar Dayah MUDI Samalanga memberikan kontribusi kepada perwakilan Dayah Bustanul Huda, Dayah Abu Paya Pasi Aceh Timur yang mengalami kebakaran beberapa hari yang lalu.

Hadir dalam agenda tersebut Wadir I Al-Mukarram Aby Zahrul putra pertama Al-Mukarram Syaikh Hasanoel Bashry HG (Abu MUDI) dan Wadir II Aba Sayed Mahyiddin TMS, juga didampingi oleh Guru Senior Dayah MUDI Abi Ismail Mideun Geudong.
Hal ini bagian dari solidaritas antar sesama muslim dan untuk mepersolid hubungan antar Dayah di Aceh. Semoga dengan kontribusi tersebut dapat terbantu Dewan Guru yang tertimpa musibah.

Kami Atas Nama Pengurus Rabithah Thaliban (Ikatan Santri) Banda Aceh sangat senang dan bersyukur atas bantuan yang diberikan oleh Guru-guru besar kami dari Dayah MUDI.
Kami juga berharap agar sumbangan terus mengalir dari pihak-pihak yang lain, baik pemerintah maupun personal.

Akhir kalam kami ucapkan
Wabillahit taufiq
Doakan semoga rumah dewan guru Dayah Abu Paya Pasi cepat terbangun kembali. Amiin.

Ditulis oleh:
Tgk. Ismail M. Husen, S.HI (Rais Am Rabithah Thaliban Kota Banda Aceh)

Jumat, 03 November 2017

Kabar Aceh: Gubernur Aceh Ikuti Pengajian TASTAFI Sampai Tuntas

MENURUT SAUDARA BERAPA PONTEN UNTUK GUBERNUR ACEH
KABAR ACEH
GUBERNUR ACEH IKUTI TASTAFI SAMPAI TUNTAS
Banda Aceh, 03 November 2017
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته...

Pada malam ini, gubernur kita mengkuti pengajian TASTAFI yang diasuh oleh Al-Mukarram Abu MUDI sampai tuntas.
Jarang sekali ada gunernur Aceh yang ikut pengajian TASTAFI sampai tuntas. Hal ini merupakan suatu keunikan tersendiri dari bp gubernur kita.

Selain bp gubernur, bp Prof. Dr. Azman Ismail juga ikut pengajian TASTAFI sampai tuntas.
Jadi adem dan ayem melihat dan mengamati situasi keakraban Umara dan Ulama. Semoga ini menjadi awal kembalinya kejayaan Aceh. Amiin..
Perlu kita ingat, bahwasanya sikap dan perbuatan baik seseorang itu tetap bernilai baik. Jangan nanti dibilang pencitraan. Harapan, semoa bp gubernur istiqamah, tidak hanya malam ini saja hadir untuk mengikuti pengajian TASTAFI. Tetapi sampai nyawa berpisah dengan badan.

Kami Pengurus Rabithah Thaliban (Ikatan Santri) Banda Aceh mengaharapkan kepada bp gubernur ke depan bisa mengintruksikan pejabat-pejabat pemerintah Aceh yang lain untuk mengenyam pengajian TASTAFI. Dan lebih serius dalam memikirkan pelaksanaan syariat Islam di Aceh.
Masalah Prostitusi Online itu harus ada sikap tegas dari gubernur. Biar tidak tertular ke generasi-generasi lainnya.


tgk. Ismail M. Husen, S.HI (Rais Am PC Rabithah Thaliban Banda Aceh)
Tgk. Geusyik Marwan Yusuf ( Ketua TASTAFI Banda Aceh)

Kamis, 02 November 2017

Rabithah Thaliban (Ikatan Santri) Kota Banda Aceh: Hadirilah Pengajian TASTAFI 3 November 2017 Oleh A...

Rabithah Thaliban (Ikatan Santri) Kota Banda Aceh: Hadirilah Pengajian TASTAFI 3 November 2017 Oleh A...: alhikmahbandaaceh.bolgspot.co.id Salah satu Ulama kharismatik Aceh Almukarram SYAIKH H. HASANOEL BASRY HG (ABU MUDI) akan mengisi ke...

Hadirilah Pengajian TASTAFI 3 November 2017 Oleh ABU MUDI




alhikmahbandaaceh.bolgspot.co.id

Salah satu Ulama kharismatik Aceh Almukarram SYAIKH H. HASANOEL BASRY HG (ABU MUDI) akan mengisi kembali pengajian TASTAFI (Tasawuf, Tauhid & Fiqh), tanggal 3 November 2017 Jum’at malam pukul 20:00-23:00 WIB di Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.
Abu MUDI Merupakan Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) yang juga pemegang tampuk kepemimpinan Dayah MUDI MESRA samalanga setelah Mertuanya Abon Aziz Meninggal dunia pada tahun 1989 Sampai sekarang.Dalam kepemimpinan beliau Dayah MUDI MESRA mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan jumlah santri yang mencapai 7000 santri.

Kami mengajak dan mengharapkan khususnya warga kota Banda Aceh dan Aceh Besar selalu antusias untuk mengikuti pengajian TASTAFI bulanan di Mesjid Raya Baiturrahman yang diasuh oleh Ulama-ulama Kharismatik Aceh,

Menurut Ketua TASTAFI Banda Aceh Tgk Marwan Yusuf (Keuchik Kampung Baru) juga menghimbau kepada Keuchik/perangkat desa kota Banda Aceh dan Aceh Besar untuk mengikuti pengajian TASTAFI bulanan di Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, guna untuk menjadi contoh teladan bagi masyarakat.

Semoga dengan hadirnya kita ke majlis ilmu dapat kita memantapkan diri dalam iktiqat AHLUSSUNAH WAL JAMA’AH serta mengambil berkah dan ilmu bermanfaat,

Sumber  Email Tgk. Syarifuddin H. Syukri, salah satu murid Abu MUDI yang juga pengurus pengajian TASTAFI kota Banda Aceh.
Semoga Allah memberikan kesehatan kepada ABU MUDI dan kita semua.
Pengajian ini juga turut di publis :
Live streming:
RRI programa 1
radio.mudimesra.com
Video offline www.mudimesra.tv / lpdm.mudimesra.com

Kisah Suami Yang Shaleh Oleh Tgk. Ismail M. Husen



RANGKUMAN PENGAJIAN TASTAGI 17 - OKTOBER 2017
DI ULEE KARENG

أي أكرمنا (الْحَبِيْبُ) أي المحبوب السيد (عَبْدُ اللهِ الْحَدَّاد) صاحب الطريقة المشهورة، والأسرار الكثيرة. فاصطلاح بعض أهل البلاد أن ذرية رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا كان ذكرا يقال له: “حبيب”، وإن كانت أنثى يقال لها: “حبابة”، واصطلاح الأكثر يقال له: “سيد وسيدة”. (الرَجُلُ الْكَامِلُ) أي في دينه (هُوَ الَّذِيْ يُسَامِحُ) أي يساهل (فِيْ حُقُوْقِهِ) كالزينة (وَلاَ يُسَامِحُ فِيْ حُقُوْقِ اللهِ تَعَالَى) كالصلاة ووصل الشعر فذلك حرام (وَالرَّجُلُ النَّاقِصُ هُوَ الَّذِيْ يَكُوْنُ عَلَى الْعَكْسِ) بأن يتسع في حقوق الله تعالى، ولا يتسع في حقوق نفسه.

Berkata Al-Habib Abdullah al-haddad, beliau yang mempunyai thariqah yang masyhur dan mempunyai banyak asrar.
Istilah disebagian negara bahwa Turunan Rasulillah SAW jika pria di sebut "HABIB" dan jika perempuan disebut "HABABAH", sedang istilah kebanyakan memanggilnya dengan "SAYYID" dan "SAYYIDAH" Beliau (al-habib) berkata: "Seorang yang kamil/sempurna agamanya adalah orang yang menganggap mudab atas hak-haknya, namun tidak menganggap mudah jika itu hak Allah seperti shalat dan menyambung rambut, yang demikian itu haram. Sedangkan orang yang kurang/tidak sempurna dalam agamanya akan berlaku sebaliknya.

كان لبعض الصالحين أخ صالح يزوره كل سنة مرة، فجاء مرة لزيارته فدق بابه، فقالت زوجته: “من هذا ؟”، فقال: “أخو زوجك في الله، جاء لزيارته”، فقالت: “ذهب يحتطب، لا ردّه الله”، وبالغت في سبه. فبينما هو كذلك، وإذا بأخيه قد حمل الأسد حزمةَ حطبٍ وهو مقبل به، ثم أنزل الحطب عن ظهر الأسد، وقال: “إذهب، بارك الله فيك”، ثم أدخل أخاه بعد التسليم عليه والترحيب به، فأطعمه. ثم ودعه وانصرف على غاية العجب من صبره عليها، وعدم جوابه في سبها. ثم جاء أخوه في العام الثاني، فدق الباب، فقالت امرأة: “من هذا ؟”، قال: “أخو زوجك، جاء يزوره”، قالت: “مرحبا”، وبالغت في الثناء عليه وعلى زوجها، وأمرتْه بانتظاره. فجاء أخوه والحطب على ظهره، فأدخله وأطعمه. فلما أراد مفارقته، سأله عما رأى من تلك وهذه، ومن حمل الأسد حطبه، فقال: “يا أخي، توفيت تلك الشرسة، وكنت صابرا على شؤمها، فسخّر الله تعالى لي الأسد لصبري عليها، ثم تزوّجت هذه الصالحة، وأنا في راحة معها، فانقطع عني الأسد، فاحتجت أن أحمل الحطب على ظهري لأجل راحتي مع هذه الصالحة.

Alkisah, ada Ulama yang mempunyai saudara laki-laki yang shalih, ulama tersebut bersilaturrahmi pada saudaranya sekali dalam setahun. Suatu ketika ulama ini mengunjungi rumah saudaranya untuk silaturrahmi, ia mengucapkan salam dan mengetuk pintu, dari dalam rumah isteri saudaranya berkata : siapa... ? Ulama menjawab: Aku saudara laki-laki dari suamimu, hendak bersilaturrahmi padanya. perempuan tadi menjawab : suamiku sedang pergi mencari kayu bakar dan belum kembali. (si isteri ini menjawab dengan sambil menjelek-jelekan suaminya, mencacinya, dan Ulama tadi hanya mendengarkan dari luar. Setiap kali Ulama ini akan silaturrrahmi pada saudaranya, ia mendapati keadaan yang sama, hingga suatu ketika ulama ini menyaksikan, yang memikul kayu bakar itu bukan saudaranya tapi seekor harimau, sedangkan saudaranya hanya berjalan di depannya, ketika sampai dirumahnya, ia menurunkan ikatan kayu bakar tadi dari punggung singa dan ia berkata pada harimau tadi :"Trimakasih, pergilah...semoga allah memberkahimu".Kemudian laki-laki ini mengucapkan salam dan menyambut ulama ini dan mempersilahkan ulama ini untuk masuk ke rumahnya, kemudian ia menyiapkan makanan untuk ulama ini. Ketika pulang ulama ini sangat kagum atas kesabaran saudaranya menghadapi sifat isterinya yang buruk, dan ia hanya diam ketika isterinya mencelanya.

Pada tahun kedua ulama ini datang kembali untuk silaturrahmi, setelah mengucapkan salam dan mengetuk pintu, terdengarlah suara perempuan dari dalam "siapa gerangan..?" Ulama menjawab :"Aku saudara laki-laki dari suamimu, datang hendak silaturrahmi" dari dalam rumah perempuan tadi mengucapkan selamat datang pada ulama ini, dan memuji ulama ini dan memuji suaminya. Perempuan ini meminta dan mempersilahkan ulama untuk menunggu suaminya diluar. Selang beberapa saat datanglah saudaranya dengan memikul kayu bakar di pundaknya (tidak lagi dipikul oleh harimau). Kemudian ia mempersilahkan ulama untuk masuk dan ia menyiapkan makanan untuknya. Dan ketika ulama ini akan pulang, beliau bertanya kepada saudaranya perihal isterinya yang dulu dan yang sekarang, dan kenapa bisa dulu harimau yang membawakan kayu bakarnya.

Maka ia menjawab ulama tersebut: Saudaraku. Isteriku yang engkau saksikan pada tahun yang lalu telah wafat, dan aku selalu sabar menghadapi sifat dan akhlak buruknya, dengan itu Allah menaklukan harimau padaku karena kesabaranku atas sikap isteriku. Kemudian aku menikah lagi dengan perempuan yang sekarang yang shalihah, aku merasa tenteram dengan nya, maka harimau itupun menghilang dan tak lagi membantuku membawakan kayu bakar, maka kini aku sendiri yang mencari dan memikul kayu bakar karena aku merasa tenteram dengan isteriku yang sekarang. (subhanallah !)

Diambil dari kitab Syarah Uqudul Lujain (Tentang Hak Suami Isteri)
dari Pengajian Rutin Majelis Pengajian Maratush Shalihah (MARSYA)
Ulee Kareng - Banda Aceh

Pengasuh : Tgk. Ismail, M. Husen, S.HI
Rais Am Rabithah Thaliban Kota Banda Aceh

Rabu, 01 November 2017

HUKUM MEMOTONG RAMBUT DAN KUKU BAGI SESEORANG YANG AKAN BERKURBAN

HUKUM MEMOTONG RAMBUT DAN KUKU BAGI SESEORANG YANG AKAN BERKURBAN
Berkurban berarti melaksnakan perintah Allah yang termaktub di dalam al-Qur'an surat al-Kautsar dan di dalam hadis Nabi Muhammad Saw. Nabi selalu berkurban. Hukum berkurban bagi Nabi kita adalah wajib. Sedangkan bagi umatnya adalah sunnah muakkadah.
Ada banyak hal yang disunnahkan di dalam berkurban baik yang berhubungan engan binatang kurban maupun yang berhubungan dengan pemilik kurban.
Di antara perkara yang disunnahkan bagi seseorang yang akan berkurban adalah menahan diri daripada memotong segala bulu yang ada di tubuhnya, kuku, dan kulit-kulit yang tiada berfungsi pada tubuhnya sejak satu zulhijjah hingga menyembelih binatang kurban. Hal ini karena ada larangan yang tersebut di dalam hadis riwayat Muslim.
Adapun hikmah dari itu adalah melengkapi keampunan dan merdeka dari pada api neraka daripada sekalian tubuhnya. Namun apabila dilakukannya hal tersebut maka hukumnya adalah makruh.
Dipaparkan oleh Tgk. Ismail M. Husen
Pimpinan Pengajian Al-Hikmah Banda Aceh
Pimpinan BP Darul Hikmah Al-Aziziyah Banda Aceh
Rais Am Rabithah Thaliban Banda Aceh

Kabar Duka : Seorang Ulama Thariqat Naqsyabandiah Aceh Kembali Ke Hadharat Allah

KABAR DUKA

انا لله وان اليه راجعون
Sesungguhnya kita semua adalah milik Allah, dan kepada-Nya kita akan kembali.
Pada hari ini tanggal 02 November 2017 telah dipanggil kembali salah seorang ulama Aceh waled Abdullah ibnu Tgk. Risyad. Alamat Desa Kunyet Mulee Kecamatan Matang Kuli, Kabupaten Aceh Utara tetangga kampung kelahiran saya.

Beliau merupakan ulama yang ahli di bidang Thariqah Naqsyabandiah, thariqat yang sangat populer di Tanah Sumatera.
Kami sebagai Pengurus Cabang (PC) Rabithah Thaliban (Ikatan Santri) Kota Banda Aceh merasa telah kehilangan sosok guru dan panutan. Semoga Allah meridhainya dan menempatkannya di tempat yang mulia yakni surga yang tinggi. Amin...
Kami mohon doa segenap muslimin dan muslimat teruntuk Ulama Kita yang telah kembali hadharat Ilahi Rabbi.

Mari kita hadiahkan bacaan surat al-Fatihah kepada beliau ini...
الفاتحة......
Semoga yang membaca surat al-Fatihah untuk beliau ini dimatikan Allah dalam keadaan husnul khatimah...

Rias Am Rabithah Thaliban (Ikatan Santri) Kota Banda Aceh
Tgk. Ismail M. Husen, S.HI

Ketua Rabithah Thaliban Banda Aceh : Pelaku Prostitusi Online Wajib Dicambuk

Banda Aceh, 07 April 2018 Ketua Rabithah Thaliban (Ikatan Santri Dayah Kota Banda Aceh) Abi Ismail M Husen menekan pihak yang berw...