Kamis, 09 November 2017

Penerapan Teori Ushul Fiqh dalam Surat Al-Maidah



PENERAPAN TEORI USHUL FIQIH DALAM
AL-QUR’AN SURAT AL-MAIDAH AYAT 6

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.

Berikut ini akan penulis jelaskan lafazh-lafazh dalam ayat tersebut menurut ilmu ushul fiqih, ditinjau dari aspek amar dan nahi, ‘am dan khas, muthlaq dan muqayyad, nash dan mubham, mujmal dan mubayyan, zhahir dan muawwal, hakikat dan maz, Hal tersebut dilakukan untuk mendapat sebuah pengetahuan dalam penelitian yang sederhana dalam mengpraktekkan teori ushul fiqih dan mengaplikasikannya dalam nash.
Adapun sistematika pembahasannya ditempuh dengan cara penguraian satu persatu kalimat yang tercantum dalam ayat, kemudian kaitannya dengan kalimat sesudahnya. Cara ini ditempuh agar mendapat kemudahan bagi penulis dalam menguraikannya dan membiasakan penggunaan sistematika yang teratur.

    يَأَيُّها. Secara rinci, “Ya” merupakan huruf “nida`” dibuat atau dicetuskan untuk menyeru atau memanggil sesuatu yang hidup dan dekat dalam jangkauan. Kemudian “Ayyu” meruapakan isem Istifham, yang dibuat untuk digunakan pada sesuatu yang umum dan banyak. Sedangkan “Ha” adalah huruf Tanbih, yang berfungsi untuk menghimbau seseorang. Dari uaraian tersebut dapat dipahami dan diketahui bahwa lafazh “Ya Ayyuha” dalam ayat di atas adalah lafaz hakikat, yang digunakan pada makna dasarnya.

       الذين. Lafzh ini disebut isim Maushul, yaitu suatu lafazh yang membutuhkan shilat dan ‘aid. Dalam kajian ushul fiqih, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh yang dibuat untuk mengandung makna yang umum secara rinci (umum syumuli). Dengan demikian jelas bahwa lafazh “Allazina” adalah lafazh yang umum syumuli, yang berarti dalam ayat ini semua orang. Ditinjau dari segi penggunaan atau pemakaian, lafazh tersebut adalah lafzh majaz, karena yang dimaksud di sini laki-laki dan perempuan. Sedangkan makna dasarnya digunakan untuk laki-laki. Makna lafazh tersebut dalam ayat ini mengalami perluasan.
    ءامنوا. Lafazh ini disebut fi’il madhi. Telah diutarakan dalam ilmu ushul fiqih bahwasanya tidak terjadi umum pada perbuatan (fi’il), dan pula lafzh fi’I tidak termasuk dalam katagori lafazh-lafazh ‘am. Ditinjau dari segi penggunaan atau pemakaian, lafazh adalah lafzh hakikat, karena masih digunakan pada dasarnya, yaitu orang yang beriman. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
    اذا. Huruf syarat dan perlu kepada jawabbnya, dugunakan pada makna hakikat, yaitu waktu yang mubham.

      قمتم. Fi’il madhi, dilihat dari satu sisi fi’il madhi tidak termasuk dalam lafazh ‘am, karena ‘umum tidak terjadi pada fi’il. Lafazh fi’il (perbuatan) masuk dalam lafazh khas.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

    إلى. Huruf jarrah, dugunakan pada makna hakikat, yaitu sampai atau hingga (intiha`).
    الصلاة. Dilihat dari masuknya alif dan lam ma’rifah pada isim mufrad, maka lafazh ini adalah ‘am. ‘Am berarti menunjukkan makna semua. Lafazh “As-Shalah” di sini dipahami kepada semua shalat, karena tidak ada indicator (qarinah) yang menunjukkan kepada makna khas. Ditinjau dari segi penggunan, lafzah “As-Shalah” adalah hakikat menurut syara’ (fuqaha`), yang bermakna “perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan disudahi dengan salam. Majaz menurut lughawi, karena lafazh “As-Shalah” pada dasarnya digunakan pada makna doa secara mutlak. Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas dan zhahir maksud, lafazh tersebut termasuk dalam zhahir, karena ada kemungkinan kepada makna yang lain, yaitu doa. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

فاغسلوا.Fa jatuh pada jawab “iza” huruf syarat sebelumnya. “Ighsilu” lafazh amar yang menunjukkan kepada wajib membasuh. Alasan amar di sini dipahami wajib, karena tidak ada indikator atau qarinah yang memalingkan kepada sunat atau ibahah. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
     وجوهكم. “Wujuhakum” lafazh jamak (flular) yang diidhafahkan kepada dhamir, menunjukkan kepada umum. Umum yang dimaksud di sini adalah umum syumuli, bermakna semua wajah dari masing-msing kamu.Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu wajah.Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas dan zhahir maksud, lafazh tersebut termasuk dalam zhahir, karena ada kemungkinan kepada makna yang lain, yaitu zat. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq 
.
.  وايديكم. “Waw” huruf ‘atha. “Aidiyakum” lafazh jamak yang diidhafahkan kepada dhamir, menunjukkan kepada umum. Umum yang dimaksud di sini adalah umum syumuli, bermakna semua tangan dari masing-msing kamu.Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu tangan. Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas dan zhahir maksud, lafazh tersebut termasuk dalam zhahir, karena ada kemungkinan kepada makna yang lain, yaitu kekuasaan. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq. 

  الى المرافق.Lafazh jamak yang masuk alif dan lam, menunjukkan kepada umum. Umum yang dimaksud di sini adalah umum syumuli, bermakna semua siku dari masing-msing kamu. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu siku. Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
 
1وامسحوا. “Waw” huruf ‘athaf. “Imsahu” lafazh amar yang menunjukkan kepada wajib menyapu kepala dalam berwudhuk. Alasan amar di sini dipahami wajib, karena tidak ada indikator atau qarinah yang memalingkan kepada sunat atau ibahah. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu sapu. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
 برءوسكم. Lafazh jamak yang diidhafahkan kepada dhamir, menunjukkan kepada umum. Umum yang dimaksud di sini adalah umum syumuli, bermakna kepala tiap-tiap dari masing-msing kamu. Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

.  وارجلكم.“Wau” huruf ‘athaf. “Arjulakum” lafazh jamak yang diidhafahkan kepada dhamir, menunjukkan kepada umum. Umum yang dimaksud di sini adalah umum syumuli, bermakna semua kaki-kaki dari tiap-tiap masing-msing kamu. Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

الكعبين. Lafazh tatsniyah yang menunjukkan kepada dua mata kaki. Lafazh adalah khas, karena maknya terbatas. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu mata kaki. Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

1وان كنتم جنبا“Waw” huruf istiknaf. “In” Huruf syarat, yang perlu kepada jawabnya “Kuntum” fi’il madhi tidak termasuk dalam lafazh ‘am, karena ‘umum tidak terjadi pada fi’il. Lafazh fi’il (perbuatan) masuk dalam lafazh khas. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu keadaan. “Junuban” isim fa’il nakirah, menjukkan kepada umum badali. Umum badali berbeda dengan umum syumuli. Umum badali menjukkan kepada yang farad atau seseutu tidak banyak, namun umumnya dari segi tidak ditentukan siapa dan apa. Di sini lafazh tersebut menunjukkan orang-orang berjanabah atau berhadas besar, baik satu, dua atau lebih. Bukan semua yang berhadas besar. Dari segi yang lain, lafazh “Junuban” merupkan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan sesuatu sifat.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

.  فاطهروا. “Fa” huruf jawab syarat (iza). “Iththahharu” fi’il amar yang menunjukkan kepada wajib bersuci. Alasan amar di sini dipahami wajib, karena tidak ada indikator atau qarinah yang memalingkan kepada sunat atau ibahah.Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu bersuci.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

1  وان كنتم مرضى “Waw” huruf istiknaf. “In” Huruf syarat, yang perlu kepada jawabnya “Kuntum” fi’il madhi tidak termasuk dalam lafazh ‘am, karena ‘umum tidak terjadi pada fi’il. Lafazh fi’il (perbuatan) masuk dalam lafazh khas. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu keadaan. “Mardha” lafazh jamak dari maridhun, menjukkan kepada umum badali. Umum badali berbeda dengan umum syumuli. Umum badali menjukkan kepada farad atau seseutu tidak banyak, namun umumnya dari segi tidak ditentukan siapa dan apa. Di sini lafazh tersebut menunjukkan orang-orang sakit, baik satu, dua atau lebih. Bukan semua orang yang  sakit. Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

.  او على سفر“Aw” Huruf ‘athaf. “’Ala” huruf jarrah, digunakan pada makna “fi”, yang berarti dalam. Dengan demikian, lafazh “’Ala” di sini adalah majaz isti’arah yang ‘alaqahnya adalah mutlak irtibath atau sama-sama punya hubungan dan keterkaitan. Sedangkan qarinahnya adalah keadaan mustahil (istihalah), yaitu musthil seseorang berada atas perjalanan. “Safarin” isim nakirah menjukkan kepada makna yang khsusus atau sebagain. Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

.  او جاء احد منكم “Aw” Huruf ‘athaf. “Ja-a” fi’il madhi, tidak termasuk dalam lafazh ‘am, karena ‘umum tidak terjadi pada fi’il. Lafazh fi’il (perbuatan) masuk dalam lafazh khas. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu datang.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq. “Ahadun” isim nakirah menjukkan kepada umum badali. Umum badali berbeda dengan umum syumuli. Umum badali menjukkan kepada farad atau seseutu yang tidak banyak, namun umumnya dari segi tidak ditentukan siapa orangnya. Di sini lafazh tersebut menunjukkan seseorang, bukan semua orang.
   من الغائط “Min” huruf jarrah, digunakan pada makna hakikat, yaitu mulai (ibtidak). “Al-Ghaith” lafazh majaz, yang bermakna tempat buang air besar atau WC. Pada dasarnya lafazh tersebut dibuat untuk makna sesuatu kotoran yang keluar dari kemaluan belakang atau pantat.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas dan zhahir maksud, lafazh tersebut termasuk dalam zhahir, karena ada kemungkinan kepada makna yang lain, yaitu zat. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

 او لامستم النسا    ء“Aw” Huruf ‘athaf. “Lamastum” fi’il madhi, tidak termasuk dalam lafazh ‘am, karena ‘umum tidak terjadi pada fi’il. Lafazh fi’il (perbuatan) masuk dalam lafazh khas. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu bersentuhan.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq. “An-Nisa`” lafazh jamak yang masuk alif dan lam, berfaidah umum syumuli. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu perempuan yang baligh. Dilihat dari segi masuknya alif dan lam ma’rifah pada isim mufrad, maka lafazh ini adalah ‘am. ‘Am berarti menunjukkan makna semua. Lafazh “Al-Ghaith” di sini dipahami kepada semua tempat buang air besar, karena tidak ada indicator (qarinah) yang menunjukkan kepada makna sebagian.

  فلم تجدوا ماء“Fa” huruf ‘athaf. “Lam” huruf jazam. “Tajidu” fi’il mudhari’, tidak termasuk dalam lafazh ‘am, karena ‘umum tidak terjadi pada fi’il. Lafazh fi’il (perbuatan) masuk dalam lafazh khas.Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu mendapatkan.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq. “Maan” isim nakirah menunjukkan kepada umum badali. Umum badali berbeda dengan umum syumuli. Umum badali di sini menjukkan kepada suatu jenis air mutlaq, namun umumnya dari segi tidak ditentukan jenis air mutlaknya. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu air. Selain itu lafazh “Maan” tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak disebutkan kaitnya. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

2  فتيمموا صعيدا طيبا“Fa” jawab syarat (in). “Tayammamu” fi’il mudhari’, tidak termasuk dalam lafazh ‘am, karena ‘umum tidak terjadi pada fi’il. Lafazh fi’il (perbuatan) masuk dalam lafazh khas.Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu bertayammum.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq. “Sha’idan” lafazh isim nakirah bermakna khusus, dan ia juga lafazh muqayyad, yang dikaitkan dengan lafazh “Thayyiban”. Lafazh “Thayyiban” isim nakirah yang mengandung makna khsus. Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

   فامسحوا. “Fa” huruf ‘athaf. “Imsahu” lafazh amar yang menunjukkan kepada wajib menyapu kepala dalam berwudhuk. Alasan amar di sini dipahami wajib, karena tidak ada indicator atau qarinah yang memalingkan kepada sunat atau ibahah. Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu siku.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas, lafazh tersebut termasuk dalam lafazh nash, yaitu sutau lafazh yang menunjukkan kepada yang jelas dan tidak memiliki makna yang lain. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

   بوجوهكم. “Bi” huruf jarrah.“Wujuhikum” lafazh jamak (flular) yang diidhafahkan kepada dhamir, menunjukkan kepada umum. Umum yang dimaksud di sini adalah umum syumuli, bermakna semua wajah dari masing-msing kamu.Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu wajah. Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas dan zhahir maksud, lafazh tersebut termasuk dalam zhahir, karena ada kemungkinan kepada makna yang lain, yaitu zat. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.

.   وايديكم.  “Waw” huruf ‘athaf. “Aidiyaku” lafazh jamak yang diidhafahkan kepada dhamir, menunjukkan kepada umum. Umum yang dimaksud di sini adalah umum syumuli, bermakna semua tangan dari masing-msing kamu.Ditinjau dari aspek penggunaan, lafazh tersebut adalah hakikat, karena digunakan pada makna dasarnya, yaitu tangan.Dari segi yang lain lafazh tersebut merupakan lafazh mutlaq, karena tidak dikaitkan dengan susutau kaitpun.Kemudian ditinjau dari segi dalalah makna secara jelas dan zhahir maksud, lafazh tersebut termasuk dalam zhahir, karena ada kemungkinan kepada makna yang lain, yaitu kekuasaan. Ditinjau dari segi makna yang tersurat, maka lafazh tersebut mantuq.
Dari uraian di atas tentang pemakaian lafazh dalam surat al-Maidah ayat 6 menurut kajian ushul fiqih dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.       Jumlah amar lafazh adalah 5.
b.      Lafazh nahi tidak ada.
c.       Jumlah lafazh ‘am adalah 8.
d.      Jumlah lafazh khas adalah 20.
e.       Jumlah lafazh mutlaq adalah 12.
f.       Jumlh lafazh muqayyad adalah 1.
g.      Tidak ada lafazh mujmal dalam ayat di atas.
h.      Jumlah lafazh nash adalah 20.
i.        Jumlah lafazh zhahir adalah 6.
j.        Jumlah mantuq adalah 27.
Sebenarnya belumlah selesai terori ushul yang dapat diterapkan dalam ayat tersebut, masih banyak aspek lain yang bisa dilihat, dan sangat tergantung kepada siapa yang menelitinya dan memandangnya. Sebab suatu lafazh yang dipandang majaz misalnya oleh seseorang kadang-kadang orang lainmemandang hal itu sebaliknya, begitu pula dengan permasahalan lainnya. Maka oleh karena demikian, penulis merasa belum sempurna kajian dan penelitian yang penulis lakukan mengenai hal ini.Oleh sebab itu, segala kekurangan dan kejanggalan dalam penelitian dan pembahasan ini atas keterbatasan ilmu dan wawasan yang penulis miliki, kiranya dapat dimakmuli.Terakhir, penulis sangat mengharapkan kemaafan dari pihak Bapak, atas kesalahan yang terjadi dalam penulisan ini.

Ditulis Oleh :Tgk. Ismail M. Husen {RIAS AM RTA BANDA ACEH)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketua Rabithah Thaliban Banda Aceh : Pelaku Prostitusi Online Wajib Dicambuk

Banda Aceh, 07 April 2018 Ketua Rabithah Thaliban (Ikatan Santri Dayah Kota Banda Aceh) Abi Ismail M Husen menekan pihak yang berw...